Home

Menyerahkan diri

Pict by Pinterest.com

Tunduk dan taat kepada Allah SWT adalah bentuk penyerahan diri yang setotal-totalnya. Memalingkan kegelapan, berjalan menuju cahaya dan jalan yang lurus. shirathal mustaqim.

Sebagaimana dalam QS. Ali Imron; 19, Allah Ta’ala berfirman;

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya”.

Kemudian, dalam ayat yang lain, terdapat dalam QS. Al-An’am; 125

“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”

Dalam ayat ini, dijelaskan dan ditegaskan bahwa ada dua poin yang patut kita garis bawahi yakni; yang pertama, Jika seseorang itu dikehendaki oleh Allah akan diberi petunjuk maka dia akan menerima walaupun seburuk apapun status dia di masa lampau; yang kedua, Namun jika seseorang itu tidak dikehendaki oleh Allah untuk diberi petunjuk di dalam hati dan dadanya maka sungguh sulit untuk dia menerima keagungan Allah dan Islam meskipun mungkin dari keturunan yang begitu syar’i dan alim.

Dalam sabda Nabi, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA;

“Jika kamu menjalankan agama Islam dengan baik, maka setiap perbuatan baik yang kamu lakukan memperoleh pahala 10 kali sampai 700 kali lipat. Sedangkan, satu perbuatan buruk akan diganjar setimpal dengan perbuatannya hingga bertemu Allah (mati)”. – Muttafaqun ‘alaih

MasyaaAllah, bagi kita yang melakukan kebaikan maka dibalas kebaikan bahkan berlipat-lipat, berlapis-lapis. Sungguh benar-benar sungguh ini penuh dengan keberkahan untuk kita yang terus-menerus melakukan kebaikan.

Karena pondasinya Islam, begitu kuat. Diriwayatkan oleh Abdulullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda;

“Islam dibangun diatas lima tiang, kesaksian bahwa tiada Rabb selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan melakukan puasa Ramadhan”. – Muttafaqun ‘alaih.

Seperti inilah kenikmatan berislam. Semuanya indah dan mulia. Bangga dan penuh kebanggaan. Kalau kita pernah mendengar salah satu sahabat yang sangat layak untuk dicium kepalanya atas keteguhan dan pendiriannya terhadap Islam. Maka sungguh, kita akan mengeluarkan kucuran air mata karena haru sekaligus bangga. Dialah Hudzaifah.

Kala itu, penguasa Romawi menjadikan Hudzaifah dan beberapa sahabat yang lain sebagai tawanan. Disiksa, dipukuli, dicaci, dimaki, semua kehinaan dilemparkan kepada Hudzaifah dan yang lainnya. Permintaan kaisar Romawi adalah agar mereka keluar dari Islam. Dari disiksa dan dipukuli, disuguhi daging babi dan arak, dinikahkan dengan putri kaisar Romawi agar keluar dari Islam, namun jawabannya sama yaitu menolak. Sampai di ujungnya, ada seorang tawanan yang dimasukkan dalam panci besar dengan air yang sangat mendidih tapi Hudzaifah juga mengatakan dengan jawaban yang sama yaitu tetap menolak.

Kemudian, Hudzaifah menangis sembari mengatakan seandainya aku diberikan 100 nyawa maka semuanya akan ku berikan atas jalan Allah. Pada saat itulah, Heraklius membebaskan Hudzaifah dan para sahabat yang lain.

Saat pulang ke Madinah, Hudzaifah dipanggil dan ditanya oleh amirul mukminin Umar bin Khattab dengan dua pertanyaan. Pertama, kenapa engkau tidak makan babi padahal kemu lapar dan dalam kondisi terdesak? Hudzaifah menjawab, aku memurnikan dan menjaga Islam sekaligus tidak ingin dilecehkan sekecil apapun. Kedua, kenapa engkau mencium Heraklius dikala pembebasan dirimu dan yang lainnya? Wahai amirul mukminin, sesungguhnya itu aku tidak menciumnya melainkan meludahinya. Lantas, sang khalifah pun kemudian bangga dan senang atas jawaban dan tindakan dari Hudzaifah.

Heroiknya! Allahu akbar!

Kisah Hudzaifah ini, semoga menjadi suplemen kita agar lebih meneguhkan kita dalam berislam, menjadi muslim yang penuh bangga. Aamiin

Disarikan dari;

Dalilu As-sailin karya Anas Ismail Abu Dawud.

Meminta Ampunan

Syarat diterimanya permohonan adalah berhenti melakukan dosa yang dimohonkan ampunannya itu. Jika tidak, maka itu hanya mempermainkan-Nya.

Allah Ta’ala berfirman dalam QS. An-Nisa’: 106;

“Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

QS. An-Nisa’: 106

Atau dalam ayat yang lain, QS. Nuh: 10-11

“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”

QS. Nuh: 10-11

Saat kita memiliki kesalahan atau kekeliruan atau kekhilafan, maka bersegeralah untuk istighfar. Meminta ampunan kepada Allah agar tidak menjadi sebab sulit dan beratnya kita beramal. Bahkan Rasulullah SAW saja, makhluk yang paling mulia beristighfar sebanyak 70x sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah

“Demi Allah, aku beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali”

Muttafaqun ‘alaih

Mari kita lihat disini, seseorang yang dijamin surga oleh Allah SWT masih terus-menerus mengucapkan istighfar. Aisyah istrinya pun menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW suaminya sebelum wafat, kalimat yang paling sering dilafadzkan adalah lafadz istighfar. Memohon ampunan.

Ada tiga tingkatan Umat Nabi Muhammad yang berkaitan dengan ini.

Pertama, kelompok yang dimaafkan (ahlul ‘afwi) adalah mereka yang masuk ke surga tanpa diadili dan akan dipimpin Abu Bakar Ash-shiddiq;

Kedua, kelompok yang diampuni (ahlul Maghfirah) adalah mereka yang memiliki dosa dan belum sempat bertaubat sebelum mati. Namun tanpa sepengetahuan mereka, Allah kemudian menutup dosanya.

Terakhir, kelompok yang dikasihani (ahlur rahmah) adalah mereka yang banyak sekali dosanya akan tetapi Allah mengasihani mereka karena amal kebaikannya yang juga sangat banyak.

Di hari kiamat nanti, tidak bergantung pada amal kebaikan dan keburukan karena Allah paling tahu tentang kita sebagai hamba-Nya. Mungkin kita mengira amal kebaikan lebih banyak sedangkan amal keburukan lebih sedikit, atau ada tetangga yang sering berdosa tapi masuk surga dsb. Karena semua yang akan memutuskan adalah Ketetapan Allah. Bisa jadi ada hal yang tanpa kita tahu menjadi tambahan poin timbangan menuju surga-Nya kelak.

Semoga kita menjadi pribadi yang senantiasa bermuhasabah dan beristighfar, memohon ampun kepada Allah kapanpun dan dimanapun agar tidak menjadi jumawah, sombong dan tinggi hati. Aamiin yaa robbal alamin

Dinukil dari

Dalilu As-Sailin karya Anas Ismail Abu Dawud